http://kupanglibrary.blogspot.com/2012/08/ipdn-undercover-sebuah-kesaksian.html
Sejak kematian praja Wahyu Hidayat tahun 2003 hingga Cliff Muntu belum
lama ini, Inu Kencana Syafiie menjadi rujukan banyak media. Dosen IPDN
itu terkenal vokal membeberkan banyak borok yang terjadi di institusi
tempat ia mengabdi. "Semua media nasional sampai Al-Jazeera pernah
mewawancarai saya," katanya. Tak pelak, ia menjadi pesohor.
Tapi
Inu tidak memanfaatkan ketenarannya untuk menjadi penyanyi dangdut atau
pengusaha kuliner. Dosen kelahiran Payakumbuh, Sumatera Barat, 14 Juni
1952, ini menulis dan menerbitkan buku. Sudah 42 buku ia tulis,
rata-rata text book untuk perkuliahan di IPDN. Kini Inu mencurahkan isi
hati lewat buku teranyarnya: IPDN Undercover: Sebuah Kesaksian
Bernurani, Curhat Ala Inu Kencana Syafiie.
Buku ini adalah
kumpulan tulisan Inu dari tahun 2003 hingga 2007. "Beberapa pihak
menyuruh saya tutup mulut. Mereka membuat kontra-isu bahwa saya mencari
popularitas, mencari uang, jabatan, sensansi, dan lain-lain. Saya ingin
menjelaskan pada dunia bahwa semua ini berangkat dari hati nurani," kata
suami Indah Setriyati itu.
IPDN Undercover menjadi rujukan yang
sangat mumpuni mengenai sejumlah kejadian di IPDN. Ia menulis saat
publik mulai tersentak dengan kematian praja asal kontingen Jawa Barat,
Wahyu Hidayat, pada 2003. Dimulai dari kejadian pada Agustus 2006. Waktu
itu, IPDN akan mewisuda prajanya yang telah lulus. Inu membaca daftar
nama wisudawan.
Inu kaget bukan main karena dalam daftar itu
tercantum nama-nama praja yang telah melakukan tindak kekerasan terhadap
Wahyu Hidayat. Inu gerah. Malam sebelum wisuda, ia nekat menelepon
Presiden SBY melalui juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng. "Saya
minta izin untuk membeberkan fakta tentang calon wisudawan yang
seharusnya ada di balik terali besi untuk mempertanggungjawabkan kasus
pembunuhan," kata Inu.
Melalui Andi pula, presiden memberi izin.
Lantas Inu pun membeberkan fakta curang itu kepada wartawan. Keesokan
harinya, di berbagai media terbit berita berjudul kontroversial:
"Presiden Melantik Narapidana". Karena "ulahnya" itu, Inu disidang oleh
para petinggi IPDN. "Saya dianggap menjelek-jelekkan almameter,"
paparnya.
Dari tulisan-tulisan dalam buku ini tergambar filsafat
hidup dan sejarah terbentuknya karakter "nekat" dalam diri ayah tiga
anak itu. Ketika ia menggambarkan momen kala jenazah Wahyu Hidayat
keluar gerbang IPDN, yang kala itu masih bernama STPDN. Tak ada raut
sedih dari warga IPDN. "Banyak orang yang malah tertawa," tulisnya.
Inu
lantas bertanya-tanya, "Di mana letak keadilan? Jika kasus Wahyu
Hidayat dilupakan dan para pembunuhnya dibiarkan berlaku seenaknya,"
katanya. Tak hanya itu. Inu juga membeberkan rentetan fakta menyimpang
"di bawah permukaan" IPDN. Soal seks bebas dan narkoba. Ia tak sungkan
pula membeberkan tingkah laku para dosen serta praja dalam bab berjudul
"Membongkar Kasus STPDN" --bagian yang agaknya paling menarik dari buku
ini.
Dalam buku ini, Inu, misalnya, bercerita soal praja yang
membawa kabur istri orang. Kejadian itu berlangsung di Pandeglang saat
para praja melakukan bakti karya praja. Dosen yang kerap memutar musik
saat mengajar ini pun tak jengah mengungkapkan soal pesta seks para
praja dengan mengundang PSK alias pekerja seks komersial. Inu juga
menyentil seorang dosen IPDN, yang kabarnya menjadi bintang VCD porno!
Parahnya, dosen tersebut sempat duduk di Komisi Disiplin IPDN. Dekadensi
moral oknum warga IPDN itu sempat membuatnya kehilangan kesabaran.
"Hancurkanlah
sekolah ini, ya Allah, dan ganti dengan yang lebih baik." Begitu ia
berdoa. Doanya pun terjawab. Pemerintah, sejak kasus Cliff Muntu
mencuat, menerjunkan tim evaluasi yang dipimpin Ryaas Rasyid. Aparat
kepolisian menetapkan banyak pihak menjadi tersangka kematian Cliff.
Bahkan polisi berjanji menangkap para praja yang melakukan kekerasan dan
ditayangkan sejumlah televisi.
Wisnu Wage Pamungkas
[Buku, Gatra Edisi 24 Beredar Kamis, 26 April 2007]
Download Ebook